Resakralisasi Alam Semesta: Arus Balik dari Post Truth
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik
RM.id Rakyat Merdeka – Kini sedang terjadi arus balik di dalam pemikiran dunia Barat. Perkembangan dalam dunia Artificial Intelligent (AI) menandai munculnya arus balik pandangan sekuler-leberal Barat. Semenjak antropolog Amerika yang juga concer terhadap teologi, David Abram, mengajak dunia Barat untuk kembali mengakomodir dunia batin di dalam mengelola alam semesta ini. Di dalam bukunya: “The Spell of the Sensuous: Perception and Language in a More Than Human World”, Ia mengajak dunia Barat untuk membaca ulang Kita Suci dalam Keristen yang sejak semula mempersepsikan bahwa alam semesta juga dipandang sebagai sesuatu yang hidup, bukan semata-mata mempersepsikannya sebagai benda mati yang bebas dieksploitasi sebagaimana yang berlangsung dalam abad-abad terakhir ini. Ia menyaksikan pengalaman hidupnya selama beberapa waktu di di sejumlah negara yang di dalamnya terdapat masyarakat tradisional seperti Indonesia dan Nepal, yang masih memiliki “persahabatan” dengan alam semesta. Ia lalu menyatakan bahwa kedua komunitas masyarakat tersebut memiliki persepsi yang jauh lebih maju tentang alam dibandingkan orang Barat modern.
Jauh selumnya sudah ada antropolog Perancis, Lucien Levy-Bruhl (1857-1939) telah menyatakan bahwa binatang dan benda-benda alam yang tak bergerak pun seperti batu dan tumbuh-tumbuhan memiliki hidup tersendiri. Jika seseorang menggunakan otak kanan sebagaimana dilakukan warga Masyarakat adat-tradisional, maka benda-benda tersebut bisa “berpartisipasi” aktif di dalam kehidupan Masyarakat. Ia menggambarkan Tuhan bukan Sosok Figur yang bersemayam di surga tetapi Ia ada Bersama dengan segenap keberadaan alam semesta. Manusia bisa berkomunikasi secara aktef dengan mereka sebagaimana dilakukan oleh Masyarakat adat-tradisional.
Prof Dr. Masaru Emoto, dari Yokohama Municipal University, Japan dalam tahun 2005, membuktikan hasil penelitiannya di depan public United Nations (PBB), bahwa air bisa bereaksi jika diberikan stimulasi secara emosional. Jika air yang diambil dari berbagai tempat di dunia dispimulasikan dengan ekspresi emosi maka setelah air itu dimasukkan ke dalam lemari pendingin sampai beku, maka kelihatan keristal air itu sangat indah, berbeda dengan air yang tidak diberikan stimulasi apapun. Jika diberikan stimulasi negatif maka keristal air juga berubah dengan wajab yang buruk. Peof Emoto menyimpulkan bahwa tidak ada benda mati, semua bisa memberika respon kepada manusia secara aktif. Hanya saja tidak semua benda sama sensitifnya. Yang paling sensitif ialah air.
Salah satu perusahaan elektronik di Shanghai, China, Good Ark, membuktikan bahwa mesin-mesin di perusahaannya bertahan awet dan tetap produktif karena para karyawannya memerlakukan mesin-mesin tersebut secara emosional, setiap hari karyawan merawat dan membersihkannya dengan sentuhan-sentuhan penuh kasih. Perusahaan ini memiliki banyak penghargaan dari badan-badan dunia Internasional karena keberhasilannya merawat lingkungan perkantoran dan karyawannya dengan baik, sehingga tampak indah dan lebih sehat. Kesemuanya ini membuktikan bahwa benda-benda mati pun bisa berkomunikasi interaktif dengan manusia. Jadi dalam era post truth ini sudah seharusnya konsep teologi kita lebih dikembangkan untuk menjalin konsep persahabatan manusia dengan alam semesta.